Rabu, 13 Januari 2010

BAB I
PENGANTAR

A. Kedudukan Kerja lapangan dalam Kurikulum Geografi
Tercapainya tujuan pembelajaran salah satunya ditentukan oleh bagaimana kualitas proses pembelajarannya. Salah satu cara agar tujuan itu tercapai adalah dengan penggunaan metode yang tepat. Hal ini sesuai dengan pendapat Syaiful Bahri Djamari dan Aswan Zain (1997: 85) yang menyatakan bahwa metode merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan. Metode dalam kaitannya dengan pencapaian tujuan pembelajaran agar dapat masuk dalam long term memory, pernah dinyatakan Sutcliffe (2002: 1), ”I hear I forget; I see I remember; I do and I understand”. Metode merupakan aspek yang dapat memperlancar jalan pembelajaran menuju tujuan yang telah dirumuskan.
Penggunaan metode yang tepat akan membantu dalam mencapai tujuan pembelajaran dan memotivasi mahasiswa untuk mengikuti kuliah secara bersungguh-sungguh dengan suasana yang menyenangkan. Banyak metode yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran geografi. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa pelaksanaan pembelajarani geografi di bangku kuliah masih mengandalkan metode ceramah yang dimulai dari memberikan pengantar mengenai materi yang akan disampaikan kemudian pemberian informasi secara lisan tentang materi pelajaran, sehingga kedudukan dosen sangat dominan. Hal tersebut membuat pelajaran hanya berjalan satu arah, dimana mahasiswa hanya pasif mendengarkan, mencatat kemudian menghafalkan. Suasana tersebut akan menimbulkan kejenuhan dan kurang menarik perhatian mahasiswa dalam pembelajaran. Mahasiswa menjadi kurang berminat untuk mengikuti kuliah dan partisipasi mahasiswa dalam proses pembelajaran juga menjadi rendah.
Metode pembelajaran sebenarnya merupakan salah satu strategi pembelajaran. Strategi pembelajaran menurut Martinis Yamin (2005) mencakup strategi kognisi, strategi merancang tujuan instruksional, strategi memilih metode pembelajaran, strategi memotivasi siswa, strategi membelajarkan siswa, srategi penerapan starndar kompetensi, dan strategi penilaian.
Praktik Kuliah lapangan (PKL) atau field study dan ada yang menyebutnya outdoor study dalam geografi merupakan salah strategi pembelajaran disamping pembelajaran dalam ruang (indoor study). Studi lapangan merupakan kebutuhan yang tidak dapat ditinggalkan dalam studi geografi. Oleh karena itu dalam kurikulum Program Studi Pendidikan Geografi FISE UNY, study lapangan menjadi mata kuliah wajib. Study lapangan dalam sejarah kurikulum Program Studi Pendidikan Geografi mengalami perubahan nama, antara lain pada Kurikulum 1984 bernama Praktik lapangan Geografi (PLG), pada kurikulum 1994 menjadi Kuliah Kerja lapangan, dan pada Kurikulum 2000 dan 2002 menjadi Praktik Kuliah Lapangan (PKL).
PKL terbagi menjadi 3 macam PKL, yakni PKL Geografi Dasar, PKL Geografi Sosial Ekonomi, dan PKL Geografi Terapan masing-masing mempunyai bobot 1 SKS. PKL Geografi dasar dilaksanakan oleh mahasiswa semester 2, PKL Geografi Sosial Ekonomi ditempuh oleh mahasiswa semester 4 dan PKL Geografi Terapan dilaksanakan oleh mahasiswa semester enam.

B. Urgensi dan Tujuan Kerja lapangan
Studi lapangan dalam perspektif kurikulum berbasis kompetensi (KBK) merupakan upaya kontekstualisasi objek kajian geografi, mendekatkan teori dengan kenyataan di lapangan, dan melatih mahasiswa untuk melakukan pemecahan masalah dengan mengaplikasikan berbagai alternatif teori yang telah dipelajari di bangku kuliah. Studi lapangan juga memungkinkan dosen untuk menerapkan berbagai strategi pembelajaran, sehingga berbagai kompetensi dasar yang diamanatkan kurikulum georafi dapat tercapai secara optimal.
Kerja lapangan merupakan unsur yang sangat penting dalam kurikulum geografi, karena kerja lapangan merupakan hal yang sangat mendasar bagi geografer untuk memahami dunia. Menurut Sauer sebagaimana dikutip Rice and Bulman, (2001) latihan dasar bagai seorang geografer adalah dengan mendatangi objek yang hendak dipelajari dimanpun yang memungkinkan dengan melakukan studi lapangan. Menurut Rice dan Bulman (2001) kerja lapangan mempunyai nilai penting sebagai berikut:
1. Memperkuat aspek-aspek yang telah dipelajari dari pembelajaran berbasis kelas
2. Menumbuhkan ide-ide baru dan mempraktikkan kemampuan-kemampuan baru bagi peserta didik
3. Kontekstualisasi objek geografi dengan kehidupan peserta didik secara nyata.
4. Mahasiswa dapat menghubungkan antara konsep kognitif dengan realitas objek
5. Melatih mahasiswa untuk menerapkan metodologi penelitian geografi
6. Melatih mahasiswa untuk menghadapi berbagai permasalahan dan mengajukan alternatif soslusi berdasarkan ilmu geografi
7. Mempersempit kesenjangan antara retorika teori dengan kenyataan
8. Tujuan ranah kognitif, afektif, dan psikomotor dapat tercapai secara efektif (Marotz and Rusndstrom, 1986; McEwen, 1996; Rice and Bulman, 2001)
9. Mahasiswa dapat memperoleh pengalaman melakukan penelitian secara original
10. Berpengaruh secara positif terhadap pembentukan sikap mahasiswa ke arah konsep lingkungan, lebih termotivasi, dan suasana pembelajaran yang menyenangkan.
Studi lapangan juga memungkinkan guru dapat secara leluasa melaksanakan strategi pembelajaran dengan kerangka kerja yang terukur dan terarah. Suatu kerangka konseptual untuk studi lapangan dengan tingkatan aktivitas memungkinkan 3 pendekatan studi lapangan secara inter-linked, yakni observasi, investigasi, dan inquiry. Pendekatan-pendekatan tersebut dapat meningkatkan kemampuan mahasiswa dari sekedar diarahkan dosen, kualitatif, dan preskriptif menjadi diarahkan mahasiswa, interaktif, dan open-ended. Untuk dapat memahami kerangka kerja dengan ketiga pendekatan tersebut perhatikan tabel 1 berikut.

Tabel 1. Kerangkakerja untuk mengkonduksi kerja lapangan
Observasi Investigasi Inquiry
Jenis aktivitas melihat dan mengamati Mempelajari medan Discovery lapangan
melihat dan mendengar Pengukuran lapangan Mengajukan hipotesis
Wisata terbimbing Penyelidikan Menguji hipotesis
Demonstrasi lapangan Menguji model Pemecahan masalah
Karakteristik Transmisi pasif aktif Interaktif
Terpusat pada guru Dipimpin guru/dosen, berpusat pada mahasiswa Berpusat pada mahasiswa
Interpretif
Fokus khusus sistematis Open-ended
Kualitatif Kuantitatif (berorientasi data) Kualitatif dan Kuantitatif
Berorientasi observasi Berorientasi pengukuran Berorientasi hasil (dampak)
Berbasis informasi Berbasis aktivitas Berbasis discovery (interpretif)
Diadaptasi dari Bland et al, 1996

Adapun tujuan tujuan kerja lapangan geografi menurut Kent, M. et al sebagaimana dimodifikasi oleh Rice and Bulman (2001) adalah sebagai berikut:
1. Tujuan spesifik-subjek:
a. Mengajarkan metode penelitian dan teknik-teknik lapangan secara khusus
b. Menggunakan data eksperimental untuk memecahkan masalah-masalah khusus
c. Mendemonstrasikan teori dalam praktik
d. Menanamkan kesadaran mengenai tempat-tempat dan budaya-budaya lain
e. Menerangkan kepada pelajar tentang berbagai variasi pendekatan dalam suatu disiplin ilmu
f. Melatih mahasiswa untuk melakukan penelitian secara independen
g. Menyediakan material nyata dan konteks geografis
h. Mengasah kemampuan analisis dan interpretasi
i. Mengajarkan mahasiswa untuk mengobservasi, mengukur, dan merekam.
2. Keahlian yang dapat ditransfer
a. Menugaskan mahasiswa untuk menajukan pertanyaan dan mengidentifikasi masalah
b. Menstimulasi berpikir independen
c. Memotivasi dan mengajarkan mahasiswa untuk menjadi pembelajar self-directed
d. Mempertajam kemampuan mahasisiwa untuk mempresentasikan dan mengkomunikasikan gagasannya
e. Mengembangkan kemampuan kerja kelompok
f. Mengembangkan kemampuan kepemimpnan
g. Membangun kesadaran tentang kesejajaran antara kemampuan yang dipewrlukan dalam kerja lapangan dan pekerjaan di dunia nyata
3. Kemampuan sosialisasi dan pengembangan kepribadian
a. Menstimulasi dan mengasah antusiasme untuk belajar
b. Mengembangkan rasa sayang terhadap lingkungan
c. Memperkuat dan mengemangkan integrasi sosial antar mahasiswa
d. Memperkokoh relasi mahasiswa dengan dosen/karyawan

C. Standar Kompetensi PKL
Kompetensi secara definitif adalah kemampuan dasar yang dapat dilakukan peserta didik pada tahap pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Kemampuan dasar ini dijadikan sebagai landasan melakukan proses pembelajaran dan penilaian. Kompetensi merupakan tarjet, sasaran, standar dalam menyampaiakan materi pelajaran yang penekanannya adalah tercapainya tujuan (Matinis Yamin, 2005). Standar kompetensi PKL Geografi Sosial Ekonomi mencakup penerapkan pendekatan geografi untuk menganalisis dan mensitesis keterkaitan 3 ranah, yakni lingkungan perdesaan (rural environment), pengembangan keahlian (skills development), dan lingkungan kota (urban environment). Dalam hal ini tim dosen pembina PKL dapat mengembangkan kompetensi yang telah dirumuskan dalam kurikulum.
Sebagai contoh untuk masing-masing aspek dapat disebut disini. Aspek lingkungan perdesaan antara lain mencakup kepariwisataan versus preserrvasi sejarah/budaya potensi konflik), pemetaan penggunaan lahan (asosiasinya dengan kemiringan, geologi, dll), hubungan antara berbagai variabel sosial ekonomi (pendapatan, kemiskinan, pengangguran, ketenagakerjaan dengan faktor fisiografis). Aspek pengembangan keahlian, antara lain penilaian dampak lingkungan, membaca data tabulasi tentang penduduk, teknik mengeksplorasi masalah-masalah sosial ekonomi yang terkait dengan kondisi geografis, kemampuan melakukan analisis msalah sosial ekonomi penduduk suatu tempat. Aspek lingkungan perkotaan antara lain menganalisis permukiman (struktur dan perubahan, pengelompokan pusat-pusat aktivitas bisnis, hirarkhi nilai-nilai lahan. Menilai planning perkotaan dengan realitas, menilai dan memetakan perubahan penggunaan lahan kota, menganalisis permasalahan sosial ekonomi penduduk kota pada berbagai lokasi secara hirarkhi dari pusat kota sampai daerah pinggiran.
Kompetensi minimal yang perlu dimiliki mahasiswa peserta PKL adalah mengidentifikasi masalah sosial ekonomi penduduk yang berkaitan dengan aspek geografis, memilah-milah masalah-masalah yang ada berdasarkan karakteristik disiplin ilmu geografi, menentukan cara pengumpulan data, mengorganisasikan data, menganalisis data, menyajikan data secara manual maupun digital dalam bentuk numerik maupun display peta, memberikan alternatif pemecahan masalah berdasarkan pendekatan ilmu geografi.

D. Proses Studi lapangan
Untuk dapat melakukan kerja lapangan secara baik dengan harapan tujuannya dapat tercapai maka diperlukan proses yang sistematis dan terencana. Proses kerja lapangan menurut Blin et al (dalam Rice and Bulman, 2001) mencakup langkah sebagaimana tertera pada gambar berikut.








BAB II
BAB II
DESAIN DAN RENCANA KERJA LAPANGAN

A. Pendesainan Kerja lapangan
Untuk dapat melakukan kerja lapangan dengan baik diperlukan perencanaan yang matang. Penyusunan desain, rencana, dan implementasinya di lapangan memerlukan akurasi yang tinggi agar tidak terjadi kekeliruan yang dapat berakibat pada tidak tercapainya tujuan kerja lapangan secara optimal dan keselematan kerja yang tidak terjamin.
Tahap-tahap kerja lapangan mencakup: (1) pendesainan kerja lapangan, mencakup: seleksi aktivitas, seleksi lokasi, Inklusivisasi: kerja lapangan untuk semua mahasiswa dengan kebutuhan khusus; (2) Perencanaan kerja lapangan mencakup: persiapan dokumen, persiapan lokasi, dan pembimbingan dan pengarahan; (3) Melakukan kerja lapangan meliputi aktivitas: pengumpulan data, persiapan buku catatan lapangan dan sheet data, dan peralatan lapangan; (4) analisis data dan presentasi hasil kerja lapangan; dan (5) penilaian.
Dosen perlu memaparkan pentingnya strategi pembelajaran dengan mengadakan kerja lapangan untuk mempertajam pembelajaran, pendidik harus memilih jenis kerja lapangan apa yang hendak diselenggarakan. Dengan asumsi bahwa kerja lapangan yang diselenggarakan dalam konteks mencapai tujuan pembelajaran, maka pendidikan harus secara jelas mendefinisikan dan menunjukkan bagaimana tujuan-tujuan kerja lapangan berkaitan dengan tujuan pembelajaran di ruang kelas. Jenis kerja lapangan tergantung pada level bekal pemahaman dan keahlian mahasiswa (lihat tabel 1). Pada PKL Geografi dasar misalnya tidak perlu sampai pada analisis statistik inferensial. Pada PKL Geografi Fisik sudah mulai dilakukan analisis korelasi antara kondisi fisik wilayah dengan kenampakan bentang budaya yang ada di wilayah tersebut.
B. Pemilihan Aktivitas
Aktivitas yang akan dilakukan oleh mahasiswa dipilih dan ditetapkan berdasarkan metode penelitian yang akan dilakukan. Metode penelitian yang mengehendaki mahasiswa untuk melakukan wawancara, maka aktivitas utama mahasiswa adalah serangkaian kegiatan yang berkaiatan dengan wawancara, yakni dari wawancara, koding, editing, tabulating, dan analisis data. Bila kegiatannya berupa observasi, maka mahasiswa dipersiapkan untuk melakukan aktivitas observasi dengan tingkatan yang diseusikan dengan pokok maslah yang hendak dicari jawabannnya, apakah kegiatan cukup dengan observasi (lihat, amati, dengar), atau perlu dengan investigasi (mengukur, menyelidiki, menguji) dan inquiry (penemuan, menyusun dan menguji hipotesis, dan memecahkan masalah).
Ketiga aktivitas tersebut memiliki kadar keaktifan dan karakteristik yang berbeda oleh karena itu perlu didisain secara akurat. Pertimbangan dalam pemilihan aktivitas didasarkan pada jenis masalah yang akan diteliti, disain pembelajaran (pola interaksi dosen dan mahasiswa), jenis data yang akan dikumpulkan (kualitatif atau kuantitatif), basis (berbasis informasi, aktivitas, atau inpretatif), dan orientasi (pengamatan, pengukuran, atau outcome/ dampak).
C. Pemilihan Lokasi
Lokasi untuk kegiatan KKL ini ditentukan berdasarkan pertimbangan keberadaan gejala sosial ekonomi yang sesuai dengan tema penelitian (KKL). Kekeliruan yang acapkali terjadi adalah menentukan alternatif daerahnya lebih dahulu kemudian baru dicari masalahnya.
Untuk keperluan latihan penelitian bagi mahasiswa, maka sebaiknya dicari daerah dengan kondisi gejala yang menonjol, sehingga mahasiswa lebih tertarik dan dengan mudah membaca gejala tersebut berdasarkan kacamata geografi. Disamping itu perlu mempertimbangkan tingkat kemudahan dalam menjangkau daerah tersebut, sehingga meskipun daerah tersebut secara ilmu geografi memiliki gejala yang representatif tetapi bila sulit dijangkau maka perlu dicari alternatif daerh lainnya. Secara sederhana pemilihan lokasi untuk KKL sosial ekonomi ini didasarkan faktor-faktor berikut:
1. Kesesuaian lokasi dengan tema KKL
2. Kenampakan gejala menonjol
3. Lokasi mudah dijangkau
4. Aman untuk didatangi
5. Relatif murah biaya untuk mendatanginya
6. Ketersediaan data awal tentang lokasi tersebut
Suatu contoh alternatif lokasi yang mencerminkan syarat-syarat di atas, antara lain:
1. Daerah Dieng (Wonosobo)
Daerah dengan fenomena mata pencahariaan penduduk dan karakteristik demografisnya yang khas sebagai wujud interaksi dengan kondisi fisiografis. Lereng pegunungan dengan suhu yang cukup dingin dan kondisi tanah yang mendukung (Jika anda melakukan kegiatan di daerah ini, ukurlah suhunya dan telitilah jenis tanah dan unsur hara yang dikandungnya) terjadi fenomena mata pencaharian penduduk dalam bidang pertanian kentang. Pembudidayaan tanaman kentang ternyata dapat mendongkrak tingkat ekonomi penduduk. Pengembangan kawasan hutan menjadi lahan budidaya kentang menyebabkan terjadi kerusakan lahan yang luar biasa, sehingga perlu dilakukan usaha konservasi.
2. Daerah Kampung Laut dan sekitarnya, Cilacap.
Daerah tersebut memiliki fenomena geografis yang menarik. Sebagaimana umumnya penduduk pesisir bermata pencahariaan sebagai nelayan dan pekerjaan yang terkait dengan pernelayanan. Seiring dengan perkembangan Segara Anakan yang merupakan tempat untuk mencari ikan bagi penduduk, terjadi pula dinamika aktivitas penduduk. Sedimentasi Sungai Citandui menyebabkan Segara Anakan mengalami pendangkalan, bahkan sebagian telah menjadi daratan dan dimanfaatkan oleh penduduk untuk membudidayakan tanaman pertanian. Sedimentasi telah mempengaruhi perubahan bentuk penggunaan lahan dan transformasi mata pencahariaan dan tenaga kerja, yakni dari nelayan ke pertanian.
3. Daerah Soka dan sekitarnya, Kebumen
Soka merupakan merupakan daerah yang aktivitas penduduknya sangat khas, yang dalam bidang industri genteng. Industri genteng Soka sudah sangat terkenal secara nasional. Pengaruh jenis tanah yang sesuai untuk pembuatan genteng menyebabkan penduduk termotivasi untuk berkecimpung dalam industri genteng. Jenis tanah yang ada muncul sebagai hasil dari proses penghancuran batuan induk yang ada di pegunungan daerah Karangsambung. Permasalahan yang yang dapat dicari jawabannya berkaitan dengan kegiatan KKL Sosek di daerah ini antara lain: seberapa besar pengaruh kondisi fisik terhadap mata pencahariaan penduduk, seberapa besar bidang industri genteng menyerap tenaga kerja, seberapa besar besarnya sumbangan industri genteng terhadap pendapatan penduduk, bagaimana pola pemasaran produksi genteng, dan bagaimana upaya konservasi yang telah dilakukan penduduk terhadap lahan-lahan bekas penggalian bahan untuk pembuatan genteng.
4. Mlangi dan sekitarnya
Mlangi merupakan salah satu desa yang berada di wilayah Kabupaten Sleman yang mempunyai karakteristik sosial ekonomi yang spesifik. Secara fisiografis daerah ini merupakan dataran, dengan kondisi irigasi yang baik sehingga lahan sawah dimanfaatkan oleh penduduk untuk pertanian padi. Mata pencaharian selain bidang pertanian adalah bidang konveksi. Menjahit dan pekerjaan lain yang berkaitan dengan pembuatan busana menjadi keterampilan yang banyak dikuasi oleh penduduk setempat, sehingga dari pekerjaan menjahit inilah kesejahteraan penduduk dapat tercapai secara cukup merata. Fenomena sosial yang menarik adalah bahwa daerah ini memiliki relijiusitas tinggi, tercermin dari bertebarnya sejumlah pondok-pondok pesantren. Pondok-pondok pesantren tersebut dilihat dari ukurannya memang kecil-kecil karena dikelola oleh keluarga-keluarga. Fenomena unik dari pondok pesantren di Mlangi adalah banyak santri yang pada siang hari bekerja dalam bidang konveksi, sehingga santri dapat mandiri.
5. Daerah-daerah lainnya

D. Perencanaan
Perencanaan kegiatan KKL mencakup persiapan teknik dan nonteknis. Perencanaan teknis terkait dengan tugas kepanitian. Perencanaan teknis tidak perlu semuanya tercantum dalam proposal, meskipun pada proposal terdapat pula sebagaian perencanaan teknis. Perencanaan teknis antara lain meliputi: akomodasi, konsumsi, transportasi, dokumentasi, anggaran, mengatur pertemuan dengan warga, setting acara (pertemuan dengan warga, kepala desa/sesepuh, diskusi), dan lain-lain. Perencanaan teknis ini perlu didukung informasi yang akurat, karena informasi yang tidak lengkap dan akurat dapat mengacaukan jalannya kerja lapangan.
Perencanaan nonteknis atau yang bersifat akademik harus tertuang secara jelas dalam proposal. Oleh karena pentingnya perencanaan maka dalam pembuatan proposal perlu melalui bimbingan dosen pembimbing KKL. Adapun komponen proposal yang perlu diperhatikan agar memenuhi standar minimal adalah sebagai berikut:
A. JUDUL
Cantumkan judul secara singkat, usahakan tidak lebih dari 20 kata, mengandung variabel, keterkaitan, dan lokasi.
B. LATAR BELAKANG MASALAH
Latar belakang berisi tentang alasan munculnya masalah yang diangkat, didukung data yang menunjukkan terjadinya masalah. Data mencerminkan adanya kesenjangan antara fakta yang terjadi di daerah yang akan diteliti dengan data yang seharusnya. Secara teoretik seharusnya tidak terjadi fakta sebagaimana tercermin pada data.
C. IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan deskripsi yang tertera pada latar belakang masalah, dapat dikenali beberapa masalah yang mungkin jumlahnya sangat banyak. Masalah merupakan kesenjangan antara fakta yang terjadi dengan yang seharusnya terjadi.
D. PEMBATASAN MASALAH
Dari sejumlah masalah yang berhasil diidentifikasi tidak semuanya diteliti, tetapi masalah harus dipilih berdasarkan urgensi masalah dan dengan tujuan penelitian. Tidak mungkin semua masalah diteliti karena hal itu berarti menambah biaya, tenaga, dan waktu disamping menyimpang dari tujuan yang telah direncanakan. Juga mungkin tidak sesuai dengan tinjauan disiplin ilmu yang ditekuni peneliti. Dengan demikian, mungkin dari 10 masalah yang berhasil diketemukan hanya 2 sampai 5 masalah saja.
E. PERUMUSAN MASALAH
Masalah yang telah dipilih selanjutnya perlu dirumuskan secara sederhana dan lugas tetapi mengandung tantangan untuk menjawabnya. Masalah dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan maupun dalam bentuk pernyataan, tetapi umumnya dirumuskan dalam bentuk pertanyaan.
F. TUJUAN KEGIATAN
Tujuan kegiatan/penelitian harus relevan dengan rumusan masalah yang telah ditetapkan. Misalnya rumusan masalah berbunyi: apakah terdapat perbedaan yang nyata dalam hal pola kerja penduduk antara masyarakat wilayah A, B, dan C?, maka tujuan kegiatan adalah mengetahui perbedaan pola kerja antara penduduk wilayah A, B, dan C. Untuk diperhatikan bahwa tujuan, rumusan masalah, dan batasan masalah harus relevan.
G. MANFAAT KEGIATAN
Manfaat kegiatan dapat dibedakan menjadi dua, yakni manfaat teoretis dan praktis. Manfaat teoretis berkaitan dengan sumbangsih hasil penelitian terhadap suatu disiplin ilmu atau paling tidak terhadap teori yang telah ada pada disiplin ilmu yang bersangkutan, misalnya: menemutunjukkan faktor penyebab seragamnya pola kerja penduduk A, B, dan C.
H. KAJIAN PUSTAKA
Kajian pustaka berisi teori-teori dan data yang berasal dari dokumen atau pustaka dengan maksud untuk mendukung permaslahan yang sedang diangkat atau untuk menunjukkan pustaka yang mungkin seirama atau bahkan bertentangan dengan tema yang diangkat. Dengan kajian pustaka ini dapat ditunjukkan posisi permasalahan yang diangkat peneliti dalam konstelasi diskursus suatu disiplin keilmuan. Disamping itu dapat ditunjukkan orisinalitas penelitian yang akan diangkat. Orisinalitas tidak harus secara menyeluruh, mungkin pada meodologinya, pendekatannya, lokasi, karakteristik subjek penelitian, waktu penelitian, dan lain-lain. Perlu diketahui bahwa bahan pustaka yang baik adalah pustaka yang mutakhir (usia tidak lebih dari 10 tahun), ditulis oleh ahlinya, dokumen resmi, diterbitkan oleh lembaga terpercaya. Bobot pustaka yang paling tinggi adalah jurnal penelitian/majalah ilmiah.
I. PENYUSUNAN KERANGKA BERFIKIR
Kerangka berpikir berisi uraian mengenai bagaimana alur pemikiran dari masalah yang diangkat. Alur pemikiran secara rasional suatu masalah dapat diturunkan dari sebuah masalah yang lebih besar. Dengan kata lain, kerangka berpikir merupakan peta masalah dalam suatu disiplin ilmu.
J. PERUMUSAN HIPOTESIS
Tidak semua penelitian bermaksud untuk menguji suatu hipotesis, tetapi jika suatu masalah secara metodologis memang memerlukan hipotesis sebagai jawaban sementara atas suatu masalah agar dapat diuji, maka perlu dirumuskan hipotesisnya baik hipotesis nihil (Ho) maupun hipotesis alternatif (Ha).
K. METODE PENELITIAN
1. Lokasi dan Waktu Penelitian
2. Popolasi dan Sampel
3. Teknik pengambilan Sampel
4. Teknik pengumpulan data
5. Instrumen penelitian
6. Pengolahan data
7. Teknik analisis data
L. JADWAL KEGIATAN
Jadwal berisi jenis kegiatan tahap demi tahap dan tarjet waktu pelaksanaan masing-masing tahap. Bila kegiatan terlalu banyak, sehingga tidak termuat dalam satu lembar, maka jadwal ini dapat dipasang pada bagian lampiran. Pada bagian proposal cukup dicantumkan kalimat: persiapan sampai penyelesaian kegiatan akan dialksanakan pada tgl xx s.d xx, jadwal kegiatan secara lengkap dapat dilihat pada lampiran xx.
M. RENCANA ANGGARAN
Rencana anggaran memuat rincian: (1) sumber masukan beserta jumlah dana yang telah ada dan sumber potensial (2) jumlah pengeluaran beserta jenis kebutuhan. Bila rincian ini tidak cukup dengan display 1 lembar, sebaiknya diletakkan pada bagian lampiran.
N. SUSUNAN PANITIA (dapat diletakkan di lampiran bila tidak dapat ditampilkan dalam satu lembar)
O. DAFTAR PUSTAKA
P. LAMPIRAN
Sebagai catatan dalam pembuatan proposal adalah proposal berbeda dengan laporan. Dalam proposal tidak dibuat dalam bentuk bab-bab, di dalam proposal tidak ada bab. Bab hanya ada dalam laporan kegiatan/penelitian. Susunan proposal hanya dengan urutan huruf besar dari A-Z diurutkan hingga selesainya semua komponen.

E. Pembimbingan dan Pengarahan
Pembimbingan (briefing) dan pengarahan (directing) merupakan kegiatan penting yang wajib dilakukan sebelum mahasiswa terjun ke lapangan. Keberadaan pembimbing KKL mutlak diperlukan. Tugas dosen pembimbing adalah memberikan bekal materi yangberkaitan dengan kerja lapangan dari penyusunan tema kegiatan, pemberian gambaran awal mengenai daerah yang hendak dituju, penyusunan proposal dan instrumen penelitian, pengumpulan dan pengolahan data, pengorganisasian data, analisis data, interpretasi data, penyusunan laporan, dan evaluasi.
Pembimbingan awal yang dilakukan di kampus atau dikenal dengan istilah pembekalan, merupakan kegiatan yang wajib diikuti oleh mahasiswa. Kegiatan pembimbingan dilakukan oleh Tim dosen pembimbing atau dapat pula dengan mendatangkan nara sumber yang berkaitan dengan tema yang akan diteliti. Untuk keperluan lancarnya kegiatan, maka setiap mahasiswa harus memenuhi syarat 75% hadir dalam frekuensi pembimbingan yang dilaksanakan secara klasikal. Pembimbingan dapat diakukan seminggu sekali dan dapat ditambah bila diperlukan.
Kegiatan pengarahan berkaitan dengan penentuan lokasi KKL agar lokasi yang dipilih oleh mahasiswa memenuhi syarat sesuai tema KKL. Pengarahan juga terkait dengan efisiensi atau strategi kerja lapangan, keamanan kegiatan, pengenalan lokasi.

F. Keamanan kerja lapangan
Faktor keamanan merupakan aspek penting yang perlu dipertimbangkan. Kemungkinan ancaman baik yang bersumber dari faktor sosial-budaya maupun aspek alam harus dapat diidentifikasi oleh Tim pre-survey. Ancaman sosial budaya misalnya berupa perbedaan adat istiadat antara mahasiswa dengan adat istiadat tempat yang didatangi bila tidak diantisipasi dapat menjadi ancaman keamanan. Situasi sosial yang sedang terjadi juga perlu diidentifikasi agar jangan sampai KKL berada pada suatu daerah yang sedang terjadi konflik.
Sumber ancaman keamanan yang bersumber dari alam juga perlu diperhatikan mengingat bahwa medan yang didatangi merupakan tempat yang sama sekali baru bagi mahasiswa. Keadaan lereng yang curam, lika-liku jalan, tanah yang mungkin licin, ancaman binatang buas, dan lain-lain.
Untuk keperluan keamanan kerja lapangan ini, maka dalam kepanitian perlu dibentuk seksi kemanan yang dapat bekerja untuk melakukan presurvey, penyiapan peralatan kemanan, dan melakukan negosiasi dan bekerja sama dengan kepala kemanan setempat. Sebagai catatan, mengingat faktor keamanan memegang peranan sangat penting, maka hindarilah lokasi yang memiliki resiko keamanan tinggi.
Faktor resiko keamanan yang bersifat fisiografis memang lebih mudah diidentifikasi, tetapi resiko nonfisiografis, terutama kultur, di manapun akan ada resiko. Oleh karena itu faktor kultur inilah yang perlu mendapat perhatian lebih. Suatu daerah secara fisiografis mungkin tidak mengandung resiko, tetapi secara kultur dan sosial pasti memilikinya.


BAB III
KONSEPSI DAN PENGUKURAN GEJALA SOSIAL EKONOMI

A. Pendahuluan
Salah satu hal penting yang perlu diketahui untuk memahami kondisi sosial ekonomi suatu masyarakat adalah bahwa kondisi sosial ekonomi sangat terkait dengan ruang dan waktu. Ini berarti bahwa sangat besar kemungkinan kondisi sosial ekonomi suatu wilayah berbeda dengan wilayah lainnya (socio-economic differenciation). Akibatnya untuk melakukan generalisasi seringkali sangat sulit. Disamping itu, perubahan kondisi sosial ekonomi di suatu wilayah merupakan proses yang sangat cepat dan dinamis. Berdasarkan dua hal tersebut, pertanyaan “where” dan “when” merupakan hal penting untuk memahami kondisi sosial ekonomi suatu masyarakat.
Selain unsur di atas, hal lain yang juga penting secara konseptual adalah memahami proses dan mekanisme yang berlangsung sehingga menghasilkan suatu kondisi sosial ekonomi tertentu. Pemahaman tersebut merupakan bagian yang tak terpisah untuk menjelaskan mengapa kondisi sosial ekonomi tertentu terdapat di wilayah tertentu dalam waktu tertentu, sementara di lain tempat kondisinya berbeda. Hal ini mengandung pengertian bahwa jawaban terhadap pertanyaan “how” dan “why” merupakan hal penting lainnya di luar dua pertanyaan yang telah disebutkan sebelumnya. Secara lengkap sedapat mungkin dapat menjawab pertanyaan 4WH
Untuk dapat memahami permsalahan di lapangan maka pemahaman yang benar mengenai pengertian sosial-budaya, sosial-ekonomi, maupun sosial itu sendiri. Pembahasan ini merupakan bagian sari pertanyaan lain yang sangat penting, yaitu “apa”. Pertama, sering dicampuradukkan penggunaan istilah-istilah tersebut, sehingga kadang terdapat tumpang tindih dalam penurunannya ke tingkat variabel yang lebih rinci. Masalah pengukuran sosial-ekonomi makin penting, karena makin disadari bahwa kesejahteraan manusia tidak dapat diukur hanya dengan menggunakan kriteria fisik dan ekonomi saja. Kedua, karakter dari variabel sosial ekonomi adalah berkaitan erat dengan variabel di luarnya. Variabel sosial ekonomi yang berbeda akan mempunyai pola hubungan yang berbeda dengan variabel di luarnya. Hal ini disebabkan masing-masing variabel sosial ekonomi mempunyai sensitifitas yang berbeda terhadap pengaruh variabel di luarnya. Pemahaman ini akan melatih mahasiswa untuk sensitif terhadap segala perubahan sosial ekonomi yang terjadi di sekitarnya.
Dalam konteks disiplin ilmu geografi, pengertian sosial-ekonomi tidak dapat dipisahkan dari interaksinya dengan lingkungan alam. Hubungan antara kondisi sosial ekonomi dan lingkungan alam bersifat “reciprocal” (timbal balik). Intensitas hubungan tersebut pada akhirnya akan menjadi unsur utama dalam proses pembangunan. Dengan dasar tersebut sejak beberapa waktu yang lalu kesadaran mengenai interaksi antara lingkungan sosial dan lingkungan alam mulai menjadi bagian yang sangat penting dalam diskusi mengenai proses pembangunan nasional.
Secara mikro, variabel sosial ekonomi merupakan refleksi perubahan aktivitas individu dan/atau kelompok sebagai hasil dari proses adaptasi terhadap lingkungannya, baik lingkungan alam maupun sosial ekonomi. Secara makro, dinamika sosial ekonomi yang tergambar dari variabel-variabelnya, merupakan indikator perkembangan suatu wilayah. Keberhasilan atau kegagalan suatu pembangunan dapat dicerminkan oleh perubahan variabel sosial ekonomi di wilayah tersebut.

B. Konsep Sosial Ekonomi
Secara umum unsur-unsur lingkungan sosial ekonomi mencakup tiga aspek utama, yakni unsur sosio-budaya, demografi, dan ekonomi. Suatu analisis sosial ekonomi akan dianggap lengkap jika penyajiannya mencakup informasi unsur-unsur pokoki tersebut. Masalah yang dihadapi dalam kerangka berfikir adalah pada tingkat operasionalisasi untuk menelusuri lebih lanjut mengenai sub-sub unsur yang lebih rinci, agar dapat ditentukan indikator apa yang harus diangkat dalam tujuan-tujuan pengukuran tertentu. Salah satu usaha yang telah dilakukan adalah mempertimbangkan bagaimana mengidentifikasi semua data sub unsur dengan mengadakan pembedaan secara genetic yang dapat ditarik dari berbagai konsep dasar dalam ilmu-ilmu sosial. Jika akan diterapkan keadaan di Indonesia maka salah satu enjuran yang dapat diberikan yakni mengadakan pembedaan analisis berdasarkan pada perbedaan lokasi, apakah akan dilaksanakan di daerah perkotaan, ataua pedesaan. Dalam hal ini identifikasi sub unsur yang dilakukan yang dianggap penting untuk dapat memahami kondisi sosial ekonomi masyarakat maupun suatu wilayah. Sub unsur yang masih bersifat umum tersebut diuraikan di bawah ini
1. Unsur Sosio-Budaya
Unsur ini dapat ditunjukkan dari berbagai indikator, diantaranya adalah:
a. Organisasi budaya dan cara hidup sehari-hari: yang menyangkut jenis pranata yang ada dalam suatu masyarakat, adat istiadat, norma dan tata cara, dan pengelompokkan masyarakat.
b. Nilai, sikap, dan persepsi, baik antar kelompok, maupun mengenai kegiatan yang direncanakan. Dalam mengidentifikasi sub unsur ini perlu diadakan pembedaan antara nilai, sikap, dan persepsi antar kelompok, dan nilai, sikap, dan persepsi berbagai penduduk di suatu wilayah.
c. Distribusi kekuasaan dan kehidupan politik, yaitu pembagian kekuasaan yang berlaku dalam masyarakat tertentu, serta pergeseran kekuasaan dalam masyarakat.
d. Struktur stratifikasi, diartikan berbagai stratifikasi menurut berbagai pranata yang ada, misalnya struktur stratifikasi ekonomi, politik, pendidikan, dan agama dalam suatu masyarakat di suatu wilayah.
e. Diferensiasi dan diversifikasi peranan, dalam masyarakat yang menyangkut baik masalah kesempatan peranan, dan tingkat spesialisasi yang ada dan diperlukan.
f. Integrasi/keserasian, dilihat dari proses sosial yang dapat memelihara, mencegah, ataupun merusak keserasian.
g. Hubungan dengan daerah atau lokasi lainnya (extralocal linkages), yaitu keterkaitan yang ada antara masyarakat di suatu daerah, daerah lain, baik hubungan yang bersifat sosial, politik, maupun ekonomi.
h. Pranata atau kelembagaan serta fungsinya dalam suatu masyarakat, erat hubungannya dengan sub unsur organisasi budaya dan cara hidup sehari-hari. Tetapi di sini dilihat jenis dan jaringan hubungan dalam setiap pranata, misalnya keluarga, ekonomi, politik, pendidikan, agama, dan religi.
i. Pengalaman dengan perubahan sosial, yaitu tingkat kesanggupan masyarakat menangani perubahan yang dating dari luar, yaitu yang diakibatkan oleh intervensi serta cara-cara penanganan perubahan. Identifikasi perlu juga dilakukan mengenai tipe/jenis perubahan yang pernah dialami oleh berbagai kelompok sosial dn masyarakat, serta derajat kontak antara kelompok.
j. Masalah sosial, yaitu jenis-jenis masalah yang ada serta penanganannya di masyarakat.
k. Sub-sub unsur lain yang dapat diembangkan unsur-unsur di atas berdasarkan perkembangan situasi
Dalam banyak kasus unsur sosial budaya membutuhkan analisis yang bersifat kualitatif. Akan tetapi hal ini bukan berarti menutup kemungkinan dilakukannya analisis kuantitatif. Adapun beberapa aspek yang dapat dikembangkan antara lain menyangkut masalah-masalah yang dianggap berkaitan erat dengan unsur sosio-budaya, misalnya:
a. Kesehatan lingkungan, mengingat kesehatan mungkin dapat dipengaruhi oleh cirri kependudukan, cara hidup penggunaan sumber daya, keadaan biofisik, serta resiko suatu proyek.
b. Penggunaan sumber daya (produksi-distribusi dan pola konsumsi), karena teknologi yang digunakan dalam suatu kegiatan pembangunan dapat mengubah pola konsumsi setempat yang selanjutnya mengubah cara hidup sehari-hari maupun penggunaan lahan.
c. Lingkungan binaan, mengingat perubahan pada lingkungan binaan akan membawa dampak perubahan persepsi, orientasi, rasa kenyamanan, dan interaksi sosial.

2. Unsur Kependudukan
Secara umum unsur kependudukan dapat dibagi menjadi dua yaitu variabel proses dan variabel struktur. Variabel proses menyangkut semua variabel yang mempengaruhi struktur penduduk, yaitu kelahiran (fertility), kematian (mortality), dan migrasi (migration). Sementara itu variabel struktur menyangkut jumlah, distribusi, perkembangan, dan komposisi.
Pembahasan mengenai kondisi kependudukan menjadi penting karena masalah kependudukan berkaitan erat dengan dinamika sosial-ekonomi dan dinamika keruangan. Di bawah ini dicantumkan beberapa contoh variabel struktur demografi yang dianggap relevan bagi analisis kondisi sosial-ekonomi suatu wilayah dengan tidak menutup kemungkinan mengembangkannya pada aspek yang lebih luas dan kompleks.
a. Jumlah penduduk,
Jumlah penduduk mengindikasikan jumlah tenaga kerja yang tersedia di suatu wilayah. Makin besar jumlah penduduk dan makin banyak diferensiasi kerja yang ada di suatu lokasi kegiatan pembangunan, makin kecil intensitas dampak sosial-ekonomi yang diperkirakan karena pembangunan dapat menggunakan tenaga kerja setempat. Dalam hal jumlah penduduk ini perlu pula dilihat kualitasnya.
b. Kepadatan penduduk
Tingkat kepadatan dan komposisi penduduk suatu wilayah dapat dipakai untuk memperkirakan interaksi sosial, potensi pasar, distribusi pembangunan, perlakuan dalam pembangunan.
c. Jarak dari pusat daerah atau kota
Jarak berkaitan dengan unsur biaya, transportasi, dan aksesibilitas. Oleh karena itu jarak yang berbeda-beda ini akan berdampak pada kenampakan sosial ekonomi yang berbeda.
d. Keanekaragaman penduduk di suatu wilayah.
Keanekaragaman penduduk dalam hal suku/ras, bahasa, mata pencaharian akan menimbulkan hubungan saling ketergantungan antara masing-masing penduduk sehingga akan tercipta kerukunan karena rasa saling membutuhkan.
e. Pola perubahan penduduk. Dengan diketahui pola perubahan penduduk dapat diperkirakan tenaga kerja yang tersedia bagi kegiatan pembangunan yang direncanakan.

2. Unsur Ekonomi
Secara teknis unsur ekonomi menyangkut dua aspek pokok yaitu penawaran (supply) dan permintaan (demand). Dua aspek ini dapat diterapkan untuk setiap sub unsur yang ada. Akan tetapi untuk menghindarkan pembicaraan yang terlalu teknis, maka unsur ekonomi dibatasi pada hal-hal yang terkait:
a. Pendapatan dan pengeluaran, terutama perubahannya akan menyebabkan perubahan pada daya beli penduduk, sehingga mengubah pula cara hidup sehari-hari.
b. Ketenagakerjaan, khususnya daya serap tenaga kerja berbagai sector ekonomi di suatu masyarakat dan pola komposisi tenaga kerja dapat mempengaruhi struktur stratifikasi serta kehidupan masyarakat setempat.
c. Perpajakan, dalam hubungan dengan system perpajakan, menentukan pula gaya hidup sehari-hari dari masyarakat, dan perubahan karena kegiatan pembangunan pada system atau pelaksanaan perpajakan akan membawa pengaruh terhadap sosial-ekonomi.
d. Pola kegiatan, mengingat tiap sector ekonomi memiliki kegiatan yang berkaitan erat dengan kehidupan masyarakat. Perubahan pada pola kegiatan ini selanjutnya akan mempengaruhi kondisi sosial dari masyarakat tersebut.
Sub-subunsur ini bersifat tidak tetap, dapat berubah sesuai dengan situasi. Sub-sub unsure ini dapat dijabarkan seluas-luasnya, tetapi disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan di Indonesia. Synthesis dari berbagai masukan yang didapat dari ilmuwn sosial Indonesia, baru menghasilkan kerangka pada tingkat teoritis saja. Karena itu, perlu adanya banyak uji coba, dimana diharapkan diperoleh masukan, data, dan atau informasi dari sub unsur mana yang dapat dilengkapi, serta bagaimana pengolahan data yang dapat dilakukan oleh beberapa ilmuwan Indonesia.

C. Indikator
Indikator sosial ekonomi dapat dibedakan atas dasar sifat-sifatnya:
1. Indikator Objektif dan Subjektif
Indikator, yaitu indikator yang sifatnya objektif dan yang subjektif. Indikator objektif ialah yang dapat diamati dan dihitung frekuensinya. Misalnya, angka kriminalitas, angka kesakitan, pemilikan barang berharga, tingkat pendidikan formal. Indikator subjektif ialah yang berupa persepsi tentang kualitas kehidupan, kualitas perumahan, kualitas kestabilan sosial, dan lain-lain. Seringkali terjadi hal yang kontradiktif antara kedua indikator tersebut. Misalnya ada orang yang merasa dirinya masih serba kekurangan walaupun hidupnya dari segi pemilikan barang-barang berharga sudah cukup makmur. Selain itu ada pula indikator yang bias diukur dengan kedua pendekatan objektif maupun subjektif. Misalnya tingkat kesehatan, dapat pula diukur berdasarkan pengamatan si individu tentang berapa hari dia merasa sakit dalam seminggu/sebulan/setahun.
2. Indikator umum dan khusus
Variabel yang dijadikan indikator dapat dirinci menjadi indikator-indikator yang lebih khusus. Misalnya indikator kualitas penduduk dapat dirinci menjadi indikator yang spesifik seperti tingkat pendidikan, kesehatan, tingkat harapan hidup, pendapatan, fisik/badan, dan lain-lain. Dari berbagai indikator yang spesifik ini dapat diketahui besarnya sumbangan masing-masing idnikator terhadap indikator umum. Beberapa teknik analisis statisti inferensial memungkinkan untuk mengetahui bobot sumbangan tersebut. Misalnya, analisis regresi berganda. Teknik analisis lain yang sangat mendukung pendekatan geografi , yakni dengan Anova (Analysis of variance) untuk mengetahui perbedaaan kondisi variabel yang sama pada daerah yang berbeda.

D. Variabel dan Hubungan Antar Variabel
Menurut salah satu ciri pokoknya, variabel kuantitatif dapat dibedakan menjadi dua, variabel diskrit dan variabel bersambungan (continue). Variabel diskrit disebut juga variabel nominal atau variabel kagorik, karena dikagorikan atas satuan-satuan dimana satuan-satuan tersebut tidak dapat lagi dibagi ke dalam satuan yang lebih kecil, misalnya ya-tidak, jenis kelamin, ata-bawah, tingkat pendidikan, jenis sekolah, dan lain-lain. Variabel bersambungan diantara dua satuan-satuan ukuran tersebut masih dapat dipilah-pilah lagi ke dalam satuan yang lebih kecil. Variabel koninum ini dapat dibagi menjadi tiga, yakni variabel ordinal, variabel interval, dan variabel ratio.
Variabel ordinal adalah variabel yang menunjukkan tingkatan-tingkatan, misalnya sangat panjang, panjang, kurang panjang, pendek. Variabel interval, yaitu variabel yang mempunyai jarak, jika dibanding dengan variabel lain, sementara jarak tersebut dapat diketahui secara pasti. Variabel ratio adalah variabel perbandingan, dalam kaitannya dengan variabel lain, maka suatu variabel dapat bernilai sekian kali vbariabel lain.
Variabel-variabel tersebut disamping berbeda jenisnya juga mempunyai hubungan yang berbeda-beda. Untuk dapat melakukan analisis data secara tepat maka perlu diketahui hubungan antar variabel tersebut, yaitu:
1. Hubungan simetris; variabel-variabel dikatakan mempunyai hubungan simetris bilamana variabel yang satu tidak dipengaruhi oleh variabel lainnya. Ada empat jenis hubungan simetris yaitu:
a). Kedua variabel merupakan indikator untuk konsep yang sama,
b). Kedua variabel merupakan akibat dari faktor yang sama,
c). Kedua variabel berkaitan secara fungsional dan
d). Kedua variabel merupakan hubungan kebetulan semata-mata.
2. Hubungan timbal balik adalah hubungan di mana satu variabel dapat menajdi sebab dan dapat pula menjadi akibat dari variabel lainnya atau variabel pengaruh dapat menjadi variabel terpengaruh pada waktu lain.
3. Hubungan asimetris; merupakan inti pokok dalam analisis masalah sosial-budaya di mana satu variabel mempengaruhi variabel lainnya. Ada enam tipe hubungan asimetris:
a. Hubungan antara stimulus dan respons, merupakan hubungan kausal (prinsip selektivitas) seperti hubungan antara devaluasi nilai rupiah dengan peningkatan ekspor non migas; metode mengajar dengan prestasi hasil belajar.
b. Hubungan antara disposisi dan respons; mempelajari kecenderungan untuk menunjukkan respons tertentu dalam keadaan tertentu pula. Dalam penelitian sosial, penelitian hubungan disposisi dn respons banyak muncul pada studi sikap dan tingkah laku.
c. Hubungan antara karakteristik individu dengan disposisi.
d. Hubungan antara prekondisi dengan akibat tertentu seperti usaha perluasan pedagang kaki lima dengan kemudahan meminjam kredit bank, kemudian distribusi kontrasepsi dengan pajak import.
e. Hubungan yang imanen antara dua variabel.
f. Hubungan antara tujuan dan cara; seperti penelitian hubungan antara keinginan bekerja keras dengan keberhasilan belajar, besarnya penanaman modal usaha dengan keuntungan yang didapat.

E. Penyusunan Skala Pengukuran dan Indeks
1. Skala Pengukuran
Sebagaimana telah dikemukakan pada jenis-jenis variabel maka penyusunan skala pengukuran juga disesuaikan dengan jenis variabel tersebut. Skala pengukuran adalah penunjukkan angka/nilai pada suatu variabel dengan prosedur yang sifatnya ada persamaan dengan realita yang diteliti. Tingkat ukuran suatu variabel tergantung kepada ukuran yang digunakan. Pemahaman terhadap hal ini penting untuk dilakukan karena akan sangat besar pengaruhnya terhadap analisis data.
a. Skala Nominal
Skala nominal atau diskrit/kageorik tidak ada jarak maupun urutan antara kategori-kategori dalam ukuran. Pemisahan tersebut hanya didasarkan pada kategori tidak tumpang tindih. Angka yang diberikan hanya sekedar label, tidak memberikan informasi kedudukan antara label yang satu dengan lainnya. Contoh skala nominal: laki-laki-perempuan, tinggi-rendah, hadir-tidak hadir. Dalam hal ini angka dihitung sebagai frekuensi.
b. Ukuran Ordinal
Dalam ukuran ordinal hanya mengurutkan dari tingkatan paling rendah ke tingkatan paling tinggi tanpa ada petunjuk yang jelas berapa jumlah absolute atribut yang dimiliki oleh masing-masing responden. Misalnya kondisi kepadatan penduduk ukuran ordinalnya sangat padat, padat, sedang, jarang, dan sangat jarang
c. Ukuran Interval
Dalam ukuran interval tidak semata-mata mengurutkan objek berdasarkan atribut, tetapi juga memberikan informasi tentang jarakl antar objek. Misalnya suhu air sungai di siang hari 28˚C. Jarak Jogja-Solo adalah 70 km, dan lain-lain.
d. Ukuran Rasio
Ukuran rasio adalah suatu bentuk ukuran interval yang jaraknya tidak dinyatakan dalam perbedaan dengan rata-rata suatu kelompok tetapi dengan titik nol. Jadi selain informasi urutan dan interval dari suatu objek, dapat diperoleh pula informasi jumlah absolute atribut yang dimiliki oleh salah satu objek yang diteliti.

2. Penyusunan Indeks dan Skala
Dalam studi sosial, instrument pengukur yang paling sederhana adalah berbentuk pertanyaan tunggal., pengukuran yang digunakan dalam ilmu sosial pada umumnya menggunakan ukuran gabungan. Ukuran gabungan ini lebih dikenal sebagai indeks dan skala. Bila diamati sepintas, indeks dan skala ada persamaannya, maka sering digunakan secara salah.
Perbedaan utama antara indeks dan skala adalah terletak pada penentuan skor. Indeks adalah penjumlahan skor untuk setiap pertanyaan atau pernyataan yang digunakan dalam penelitian. Jika suatu indeks yang diperoleh merupakan penjumlahan dari 10 pertanyaan dan setiap jawaban dari pertanyaan tersebut diberikan skor 1-5, maka skor indeks akan berkisar antara 10-50, tergantung variasi jawaban yang diberikan. Di lain pihak skala disusun atas dasar pemberian skor pada pola atribut yang digunakan dalam penelitian. Struktur dari pertanyaan/pernyataan yang digunakan tidak diberikan skor yang sama, tergantung dari atribut yang sudah diukur. Sebagai contoh ditanyakan mengenai jenis pekerjaan apa saja yang diperbolehkan untuk dijabat oleh lulusan SD. Apakah lulusan SD diperbolehkan bekerja sebagai: 1. Bupati, 2. Camat, 3. Lurah 4. Penjaga Gudang. Responden yang memiliki tingkat intelektualitas rendah akan menjawab ‘ya’ untuk semua opsi jawaban atas pertanyaan yang diajukan.
Oleh karena setiap pertanyaan diberikan skor yang sama (misal semua diberi nilai 1), maka responden yang tingkat sosialnya tinggi mempunyai indeks 4 dan yang rendah mempunyai indeks 1. Dengan demikian skor dari jenis pekerjaan Bupati sampai penjaga gudang dibuat sama, tanpa memberikan perbedaan skor antara keempat jenis pekerjaan tersebut.
Kemudian hal tersebut digunakan dalam penyusunan skala penerimaan sosial atas keempat jenis pekerjaan yang telah dijabat. Cara pembuatan skala lainnya dapat dengan member bobot pada masing-masing jenis pekerjaan. Bupati diberikan bobot atau skor tertinggi, sedangkan pekerjaan penjaga gudang diberi skor paling rendah. Rasional pemberian skor Bupati tertinggi karena seseorang diperbolehkan bekerja sebagai bupati boleh pula bekerja sebagai penjaga gudang dan tidak terjadi sebaliknya. Oleh karena itu dalam skala dapat memberikan informasi yang lebih lengkap dan umumnya ukuran skala akan lebih baik daripada indeks.
Dengan demikian, struktur intensitas yang didapat membedakan skal dengan indeks. Skor pada indeks tidak dapat menunjukkan tingkatan (rank) pada jenjang yang hendak diukur. Di lain pihak, skor pada skala disamping dapat memberikan interval antar responden, dapat pula memberikan urutan dalam jenjang yang akan diukur. Salah satu contoh indeks yang paling banyak digunakan dalam penelitian sosial adalah indeks status-ekonomi yang didasarkan atas pemilikan barang-barang berharga oleh masyarakat yang diteliti. Untuk menghindari jumlah angka yang besar, terutama untuk pemrosesan dengan komputer, peneliti biasanya membuat skor untuk masing-masing objek.






















BAB IV
CARA MELAKUKAN PENELITIAN

A. Pemilihan Indikator dan Variabel
Dari berbagai varibel social ekonomi yang ada di suatu daerah tidak mungkin dapat diteliti semuanya, oleh karena kegiatan penelitian KKL Sosial Ekonomi dilakukan pembatasan pada indikator-indikator utama saja. Ada empat indikator utama yang akan diperkenalkan kepada mahasiswa yang mencakup sejumlah variabel. Adapun indikator dan variabel tersebut adalah sebagai berikut:
1. Demografi (proses dan struktur)
Meliputi: kelahiran, kematian, migrasi, struktur dan komposisi penduduk, komposisi rumah tangga
2. Ekonomi dan Ketenagakerjaan
Indikator ini meliputi: struktur pekerjaan, pemilikan/penguasaan lahan, Pendapatan
3. Permukiman, meliputi: kualitas perumahan dan kualitas lingkungan
4. Kesehatan (morbiditas dan kualitas pelayanan kesehatan)
5. Sosial (pendidikan dan jaringan social)
6. Kesejahteraan masyarakat (kondisi masyarakat dibandingkan dengan beberapa tahun yang lalu).
7. Kesejahteraan petani (Nilai tukar petani yang merupakan perbandingan antara indeks harga beli dan indeks harga jual)

B. Metode dan Alat Pengumpulan Data
Pengumpulan data dapat dilakukan dengan beberapa cara. Untuk keperluan KKL Sosesk ini, metode yang paling mudah dan memungkinkan karena waktu yang pendek adalah:
a. Observasi
Observasi lapangan pada umumnya dibedakan menjadi observasi terkontrol (kontrolled observation) dan observasi idak terkontrol (unkontrolled observation). Untuk keperluan KKL ini sebaiknya menggunakan observasi terkontrol agar pengolahan datanya lebih cepat dan mudah. Untuk memudahkan pelaksanaan observasi ini maka instrument harus telah dipersiapkan sebelumnya secara akurat. Alat yang digunakan berupa checklist.
b. Wawancara
Wawancara sebagai cara untuk mrngumpulkan data dari responden dapat dilakukan dengan wawancara tidak terstruktur, semi terstruktur dan terstruktur. Untuk kepentingan KKL ini sebaiknya menggunakan teknik wawancara terstruktur. Wawancara terstruktur dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang telah disiapkan sebelumnya. Mahasiswa yang akan melakukan wawancara sebaiknya mengadakan latihan terlebih dahulu.
c. Kuesioner
Metode Kuesioner merupakan metode yang paling mudah pelaksanaannya. Dalam hal ini mahasiswa tinggal mwenyebarkan kuesioner kepada para responden sejumlah responden yang telah ditetapkan sebelumnya. Metode ini mudah tetapi resiko ketidakakuratan data dan tidak terpenuhinya jumlah kuesioner yang kembali. Ketidakakuratan data terjadi karena responden kurang memahami isi kuesioner dan tidak terpenuhi jumlah eksemplar kuesioner yang kembali karena responden enggan mengembalikan.
d. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi merupakan cara pengumpulan data mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda, dan sebagainya. Dalam penggunaan metode ini, maka peneliti harus memegang checklist. Jika suatu data telah diketemukan pada dokumen, maka peneliti tinggal memberikan tanda silang atau centang pada kolom atau kotak yang ada.

C. Lokasi dan Pemilihan Responden
Sebagaimana telah disebutkan pada bab sebelumnya bahwa pemilihan lokasi perlu mempertimbangkan beberpa aspek oleh karena KKL ini bernama KKL Sosial ekonomi, maka pemilihan lokasi didasarkan pada pertimbangan utama keberadaaan gejala social dan ekonomi yang berkaitan dengan kondisi geografis setempat. Lokasinya akan menyesuaikan dengan lokasi yang akan digunakan dalam pengukuran proses dan hasil proses fisik dan keterkaitannya dengan kondisi social ekonomi. Penentuan sampel area (daerah, desa, atau dusun) akan ditentukan kemudian secara purposive. Responden akan dipilih dengan metode acak sederhana.

D. Pengelolaan Data
Cara pengumpulan data yang paling mudah, murah, cepat dan hasilnya cukup baik sehingga sering dipakai untuk kegiatan KKL social ekonomi adalah dengan wawancara. Alternatif jawaban pada wawancara dapat berupa Ya/Tidak, setuju/tidak setuju atau secara bergradasi: sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, dan sangat tidak setuju, atau dapat pula jawaban dibiarkan bebas sebagaimana jawaban terhdap pertanyaan terbuka.
1. Mengkode Data
Untuk keperluan pengelolaan data, maka jawaban-jawaban tersebut diberi symbol berupa angka atau biasa disebut dengan kode. Pada pertanyaan tertutup kode tersebut telah ditentukan, misalnya jawaban Ya diberi kode 1 dan Tidak diberi kode 0, pada pertanyaan dengan alternatif jawaban bertingkat dapat diberi kode sesuai jumlah alternatif jawabannya misalnya dari 5 sampai 1. Sementara pada pertanyaan terbuka, maka jawaban harus dikategorikan terlebih dahulu, kemudian baru diberi kode.
Pemberian kode harus disesuiakan dengan pedoman yang telah dipersiapkan sebelumnya. Buku pedoman pembereian kode ini disebut buku kode. Pemberian kode untuk setiap jawaban adalah isi pokok sebuah buku kode. Adapun cara memberi kode tergantung pada jenis pertanyaannya. Jika jenis pertanyaannya berupa pertanyaan tertutup, maka variasi jawaban tersebut dapat langsung diberi kode sehingga pewawancara tinggal melingkari alternatif jawaban. Perlu diperhatikan pula alternatif jawaban di luar yang telah disediakan, yakni untuk mengantisipasi kemungkinan jawaban TIDAK TAHU, LUPA, atau TIDAK ADA JAWABAN.
Dalam hal pembuatan kategori jawaban untuk pertanyaan terbuka maka perlu memperhatiakan dua hal, yakni: (1) kategori jawaban harus tegas perbedaannya, sehingga tidak ada tumpang tindih antara jawaban yang satu dengan jawaban lainnya; (2) persentase jawaban “lain-lain” atau “lainnya” sdapta mungkin jumlahnya sedikit saja, misalnya kurang dari 10%.
Untuk pertanyaan semi terbuka (pertanyaan yang sebagian alternatif jawabannya telah disediakan, karena kemungkinan responden menjawab di luar jawaban yang telah disediakan). Oleh karena itu perlu ada penambahan kode, bahkan kode baru untuk kemungkinan jawaban yang tidak bias diberi kode yang telah disediakan. Contoh:
Buku kode berfungsi sebagai pedoman oleh pengolah data untuk memindahkan kode jawaban responden dari kuesioner ke lembar kode (code sheet), kartu tabulasi atau ke tempat/kotak-kotak kode yang telah disediakan. Buku kode ini juga berfungsi untuk pedoman untuk mengidentifikasi variable penelitian yang akan dipakai dalam analisis dan membaca tabulasi data.
a. Isi buku kode
1). Nomor halaman kuesioner
Informasi ini diperlukan karena halaman kuesoner yang berisi pertanyaan yang akan dikode dapat diketahui dengan cepat dan mudah.
2). Nomor pertanyaan
3). Nomor variable. Informasi ini diperlukan karena nomor variable tidak selalu sama dengan nomor pertanyaan. Biasanya tiap pertanyaan merupakan satu variable, tetapi dapat pula lebih dari satu variable.
4). Nama variable dan kode jawaban
Nama variable adalah merupakan judul variable, dibuat sesingkat mungkin tetapi jelas maksudnya
5). Kolom (kotak).
Pada kolom ini berisi in formasi tentang lokasi masing-masing variable dalam lembaran kode atau kartu tabulasi.
b. Tempat kode T
Tempat kode dapat dibuat dengan dua cara, yakni menjadi satu dengan kuesioner atau tempat kode terpisah dari kuesioner. Masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Peneliti tinggal memilih mana yang sekiranya lebih nyaman untuk pengerjaannya.

Tabel 3. Contoh Buku Kode Studi Pengukuran Proses Sosial Ekonomi
No Variabel Variabel label Value label Jumlah kolom Nomor kolom
1. No.res Nomor responden 3 1-3
2. Alamat Dusun tempat tinggal 1 4
3. Sex Jenis kelamin 1. Laki-laki
2. Perempuan 1 5
4. Educat Tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan 1. Tidak sekolah
2. Tidak tamat SD
3. SD
4. SLP
5. SLA6. PT 1 6
5. Umur Umur responden 2 7-8
6. Statuskwn Status perkawinan 1. Belum kawin
2. Kawin
3. Cerai hidup
4. Cerai mati 1 9
Catatan: Isikan untuk semua variabel
2. Pengolahan Data
Data yang telah dikode selanjutnya dipindahkan ke dalam kartu atau berkas data. Cara merekam data dapat dilakukan dengan kartu tabulasi dan computer.
a. Kartu tabulasi
Kartu tabulasi berbentuk persegi panjang dengan ukuran kurang lebih 15 cm x 20 cm atau lebih kecil lagi. Data yang telah dikode dipindahkan ke dalam kotak-kotak bernomor pada kartu. Setiap kotak memuat data pindahan dari kuesioner. Setiap kartu tabulasi memuat seluruh data dari masing-masing responden. Data tersebut antara lain nomor identitas (no. ID) tahun lahir responden, bulan lahir, pendapatan responden per bulan, pendidikan, dan lain-lain. Sebagai gambaran berikut ini disajikan contoh kartu tabulasi


1 2 3 4 5 6 7 8 9
27
10
26
11
25 12
24 13
23 22 21 20 19 18 17 16 15 14

Keterangan:
Kotak 1 untuk Nomor ID (identitas responden), misal N=50, maka No.ID 01 s.d 50
Kotak 2 berisi variable no. 2; tahun lahir responden
Kotak 3 berisi variable no. 3; tahun lahir responden
Kotak 2 berisi variable no. 4; bulan lahir responden
Kotak 2 berisi variable no. 5; pendapatan responden per bulan
Kotak 2 berisi variable no. 6; pendidikan
Kotak 2 berisi variable no. 7; pernah mengandung
Kotak 2 berisi variable no. 8;jumlah anak masih hidup dan seterusnya
Sumber: Masri Singarimbun dan Soffian Effendi, 1989.

Catatan:
Penggunaan kartu tabulasi menguntungkan bila jumlah responden dan variable sedikit, tetapi akan sangat merepotkan bila penelitian melibatkan banyak rsponden dan variable.

b. Komputer
Saat ini berbagai program computer dapat dimanfaatkan untuk keperluan pengolahan data. Program Microsoft Excell, SPSS, SPS, dan lain-lain dapat secara cepat mengolah data dan bahkan samapi analisisnya.

E. Analisis Data
Teknik analisis data harus disesuaikan dengan desain penelitian, jenis variable, jenis data, Analisis dalam penelitian sosial dapat dibedakan ke dalam dua kelompok, yaitu analisis untuk data diskrit dan kontinum. Metode yang digunakan dalam analisis data kategorikal adalah metode tabulasi silang atau analisis elaborasi. Selanjutnya untuk dapat bersambungan biasanya dipakai berbagai teknik statistic deskriptif seperti distribusi frekuensi, rata-rata median, modus, deviasi, analisis korelasi, multivariate, dan lain sebagainya (Effendi dan Manning, 1987).
Teknik analisis data yang sangat sederhana, namun mempunyai kemampuan yang cukup baik untuk mengungkapkan hubungan antar variable adalah tabulasi silang. Analisis tabulasi silang ini dapat pula digunakan untuk analisis data kategorikal atau data bersambungan yang telah dirubah dahulu ke dalam data kategorikal. Analisis tabel silang dapat dilakukan dengan melalui tahapan seperti berikut:
1. menyusun tabel frekuensi/tabel satu variabel. Sebaiknya semua variabel dalam penelitian dibuat tabel frekuensi untuk analisis diskriptif.
2. menyusun tabel silang dua variabel, dan variabel pengaruh.
3. menyusun tabel silang tiga variabel, yaitu tabel silang antara variabel terpengaruh, variabel pengaruh, dan variabel kontrol.
Pada umumnya bentuk tabel silang dua atau tiga variabel sudah disajikan dalam bentuk tabel kosong (dummy tabels), disusun sebelum data dikumpulkan. Dan dalam kerangka tabel kosong tersebut sudah ditentukan pula variabel-variabel yang akan ditabulasi, termasuk pula yang digunakan dari setiap variabel. Dengan menggunakan metode urutan analisis tabulasi tersebut maka arah analisis data mudah dilakukan.
1. Analisis Satu Variabel
Pada analisis satu variabel, maka tahap awal yang harus dilakukan analisis menyusun tabel frekuensi. Kegunaan dari tabel frekuensi adalah: 1) dapat digunakan untuk mempelajari distribusi dari setiap variabel penelitian. 2) dasar penyusunan klasifikasi jawaban. 3) mengetahui kualitas data terutama konsistensi jawaban antara variabel satu dengan variabel lainnya yang berhubungan. 4) untuk memilih model analisis terutama test statistic.
Masih banyak penelitian sosial yang kurang memperhatikan manfaat dari tabel frekuensi. Tanpa membuat tabel frekuensi, tidak akan dapat menguasai masalah yang diteliti secara baik dan tidak diketahui pula pola distribusi dari setiap variabel hasil penelitian. Penyalahgunaan test statistic dapat terjadi dikarenakan peneliti belum mengetahui sifat distribusi dari variabel hasil penelitian. Tidak jarang dijumpai test statistic yang seharusnya hanya digunakan untuk variabel yang distribusinya normal, digunakan untuk analisis variabel yang distribusinya jauh dari normal.
Tabel frekuensi umumnya memuat dua kelompok, kolom distribusi jumlah frekuensi absolute dan distribusi jumlah relative (dalam hal ini persentase). Dalam tabel frekuensi tidak semua klasifikasi dicantumkan. Penyederhanaan klasifikasi dilakukan untuk kategori jawaban yang frekuensinya cukup kecil dengan cara menggabungkan klasifikasi atau kelompok yang lebih besar agar memudahkan dalam analisis, kecuali beberapa variabel dengan klasifikasi yang standar. Beberapa klasifikasi dari variabel yang sudah standar seperti halnya: umur, umur usia sekolah SD, SLP, SLA; tingkat pendidikan; lapangan pekerjaan, jenis dan status pekerjaan, kebutuhan fisik minimum dan lain-lainnya.
Dalam penyajian tabel frekuensi sedapat mungkin disajikan mulai dari nilai klasifikasi yang paling rendah sampai yang paling tinggi. Bilamana tidak ada urutan klasifikasi yang jelas maka tabel frekuensi dapat disusun menurut skala relatif yaitu berdasarkan besarnya persentase untuk setiap klasifikasi. Untuk tabel frekuensi yang memuat variabel berskala interval maupun ratio dilengkapi dengan bahasan pendekatan statistic seperti ukuran mean, median, mode, dan standar deviasi untuk setiap variable, lebih baik lagi bila ditunjukkan dalam bentuk gambar grafik .
2. Analisa Dua Variabel
Penyusunan tabel silang merupakan metode analisis sederhana untuk mengamati hubungan antar variabel. Dalam menyusun tabel silang perlu diperhatikan beberapa prinsip sederhana agar hubungan antara dua variabel tampak jelas. Dalam tabel silang biasanya dihitung persentase untuk setiap kelompok agar mudah dilihat hubungan antar dua variabel. “persentase selalu dihitung pada variabel pengaruh, yaitu persentase distribusi variabel terpengaruh dihitung bagi setiap kelompok variabel pengaruh”. Jumlah populasi perlu juga dicatat, agar angka absolute mudah dihitung. Pada umumnya untuk memudahkan dalam membaca, variabel terpengaruh biasanya disusun pada jenis garis vertical, sedangkan variabel pengaruh disusun pada garis horizontal. Di samping itu, tabel silang dapat juga disajikan dengan angka rata-rata untuk variabel terpengaruh bagi setiap variabel pengaruh.
3. Analisa Tiga Variabel
Telah disebutkan sebelumnya bahwa dalam penelitian sosial ekonomi variabel kontrol adalah penting dalam upaya untuk melihat hubungan antara variabel pengaruh dan terpengaruh. Dalam analisis tabel silang dengan variabel kontrol perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) jumlah kelompok bagi setiap variabel kontrol diusahakan tabel banyak agar responden/populasi yang ada pada setiap kelompok variabel kontrol cukup banyak. 2) dalam penyajian, kelompok variabel kontrol dipisahkan terlebih dahulu agar mudah dilihat hubungan antara variabel pengaruh dengan terpengaruh.

F. Interpretasi Tabel
Setelah tabel frekuensi dan tabel silang selesai disusun, peneliti perlu melakukan interpretasi agar kesimpulan-kesimpulan mudah didapat oleh pembaca. Ada dua kecenderungan yang harus dihindari oleh penulis laporan yaitu; pertama, Menyerahkan tabel-tabel hasil penelitian kepada pembaca tanpa disertai penjelasan. Pembaca laporan disuruh menginterpretasikan sendiri tabel yang ada pada laporan. Kedua, menerangkan semua isi tabel dalam naskah laporan, sehingga membosankan dan member kesan bahwa penulis sendiri kurang menguasai permasalahan yang dihadapi. Beberapa prinsip analisis tabel dapat dirinci sebagai berikut:
1. Pengamatan data dalam tabel pada kolom total (marginal). Bagian ini merupakan ukuran pokok untuk perbandingan-perbandingan dalam tabel.
2. Beberapa temuan pokok dengan menyebut beberapa angka perlu dibahas sesuai dengan tujuan penelitian serta hipotesis yang akan diuji. Keeratan hubungan, linier, non-linier, dan mengapa terjadi bentuk hubungan tersebut.
3. Pembahasan pada angka-angka yang menyimpang dari pola umum.
4. Hasil setiap tabel sedapat mungkin dihubungkan dengan hasil penelitian lain (sampel dan metodologi yang hamper sama) dan juga dihubungkan dengan teori atau proporsi yang lebih luas. Suatu laporan penelitian yang penuh dengan tabel/angka tanpa dibandingkan dengan hasil penelitian lain sangat terbatas manfaatnya.
Perlu disadari bahwa dalam pendekatan kuantitatif, interpretasi sangat terpengaruh pada angka. Untuk tidak terjebak kepada interpretasi yang dangkal maka perlu dilengkapi dengan pendekatan kualitatif, misalnya wawancara mendalam atau focus group discussion.

G. Teknik Analisis Statistik (inferensial)
Teknik analisis dalam statistic dapat dibedakan menjadi dua, yakni Deskriptif dan inferensial. Statistik deskriptif merupakan cara analisis data dengan menggunakan mean, modus, mode, dan sejenisnya. Statistik inferensial berfungsi untuk generalisasi penemuan dari sampel ke populasi. Statistic inferensial dibedakan menjadi dua, yakni statistik parametric dan nonparametric. Teknik analisis parametric digunakan apabila data yang dikumpulkan distrubusinya normal. Statistik nonparametric digunakan bila distribusi data tidak normal.
Analisa koralsi berbagi variable dalam kaitannya dengan jenis dan jumlah variable yang dianalisis selengkapnya dapat dilihat pada table 3 berikut ini.




Tabel 4. Jenis Teknik Analisis Korelasi dan Jenis Variabel
Teknik Analisis Symbol Variabel 1 Variabel 2
Korelasi produk momen R kontinum kontinum
Korelasi Rank spearman P rank rank
Kendall tau R rank rank
Korelasi biserail rpbis Dikotomi artificial kontinum
Korelasi biserial Widespread rwbis Dikotomi artificial widespread kontinum
Korelasi point biserail Rp Dikotomi nyata kontinum
Korelasi tetahorik rt Dikotomi buatan Dikotomi buatan
Koefisien Phi Ø Dikotomi nyata Dikotomi nyata
Koefisien kontingensi C Dua kategori atau lebih Dua kategori atau lebih
Ratio korelasi N kontinum Kontinum
Sumber: Suharsimi, 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatn Praktik

Teknik analisis lain yang sangat diperlukan dalam studi geografi adalah uji beda. Uji beda ini sangat mendukung kajian geografi karena geografi sendiri merupakan ilmu untuk mengetahui persamaan dan perbedaan fenomena geosfir. Jenis penelitian komparasi dapat digunakan untuk keperluan mengetahui persamaan dan perbedaan. Untuk mengetahui kondisi variable antara berbagai kelompok masyarakat atau antar wilayah dapat digunakan teknik uji-t, uji anova (one way dan two way). Hanya saja untuk melakukan analisis data dengan mengunakan Anova memerlukan sejumlah persyaratan. Persyaratan tersebut adalah: data yang akan dianalisis harus berdistribusi normal, relative homogin, dan sampel tidak memiliki keterkaitan satu dengan yang lain. Dengan demikian sebelum melewati langkah analisis, data harus melalui tahap uji normalitas dan uji homoginitas. Analisis data ini selanjutnya dapat secara mudah dilakukan dengan memasukkan data tersebut ke program SPSS.
Suatu contoh pemanfaatan Anova, yakni untuk mengetahui apakah antara masyarakat kampong Sukamaju, Sukamandiri, sukacinta memiliki kualitas penduduk yang sama? Atau untuk menguji hipotesis apakah terdapat perbedaan yang signifikan pola kerja pada rumah tangga penduduk kota, pinggiran kota, dan perkotaan.
BAB V
ASPEK-ASPEK TEKNIS YANG PERLU DIPERHATIKAN PENELITI
DALAM PENGUMPULAN DATA

Peserta KKL merupakan mahasiswa yang sedang berlatih untuk menjadi peneliti, sehingga kegiatan KKL merupakan ajang untuk secara serius memperhatikan aspek teknis maupun non teknis. Aspek teknis dalam pengumpulan data penelitian gejala social ekonomi berkaitan langsung dengan manusia/masyarakat, oleh karena itu perlu diperhatikan aspek teknis berhubungan dengan masyarakat. Tanpa memperhatiak aspek teknis ini, maka tujuan penelitian KKL tidak dapat berhasil secara optimal atau bahkan kemungkinan terburuk adalah gagal total.
A. Pedoman berperilaku dalam wawancara
Menurut Irawati Singarimbun (dalam Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, 1989) ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yakni:
1. Sebelum wawancara dimulai, pewawancara harus mampu menciptakan hubungan baik dengan responden, atau mengadakan rapport. Rapport adalah suatu situasi psikologis yang menunjukkan bahwa responden bersedia bekerja sama, bersedia menjawab pertanyaan dan member infoprmasi sesuai dengan pikirannya dan keadaan sebenarnya. Rapport ini ditandai oleh responden merasakan kehangatan dan sikap simpatik dari pihak pewawancara dan merasa bebas untuk mengmukakan jawabannnya. Usahakan wawancara tidak terkesan seperti interogasi, tetapi seperti orang mengobrol.
2. Tampilkan kesan pertama yang baik
Saat pertama kali bertemu ucapkan salam, perkenalkan diri, dan sampaikan tujuan kedatangan. Ucapan dan perilaku pertama pewawancara sangat perlu diperhatikan agar responden merasa nyaman dan terangsang untuk bersikap kooperatif. Perilaku yang perlu ditunjukkan misalnya: berpakaian sopan dan sederhana, raut muka yang cerah
3. Menggunakan etika berinteraksi dengan orang lain
Bersikap hormat pada responden, ramah (tetapi tidak perlu terlalu banyak basa-bas), sikap penuh pengertian, sanggup menjadi pendengar yang baik. Tanamkan pada diri pewawancara bahwa kita lah yang membutuhkan responden, sehingga pewawancara jangan sampai terkesan memaksa dan bersikap tidak etis kepada responden.
Adapun kode etik bagi pewawancara adalah:
a. Jujur dalam pengisian kuesioner
b. Jujur dalam mencatat jawaban
c. Cermat
d. Objektif, netral, tidak mempengaruhi responden
e. Menulis jawaban responden secara lengkap
f. Menaruh perhatian dan penuh pengertian
g. Sanggup membuat rsponden tenang dan bersedia menjawab pertanyaan
h. Menghargai responden
4. Memperhatikan prosedur wancara
a. Utamakan kunjungan kepada responden tempat tinggalnya berdekatan
b. Pilihlah waktu yang tepat untuk berkunjung
c. Bila tidak dapat bertemu dengan responden, carilah informasi kepada tetangga atau anggota keluarga kapan pewawancara dapat berkunjung lagi
d. Bersikap bijak dalam membuat perjanjian (sebaiknya responden yang menentukan waktu kunjungan dan datanglah tepat waktu, bila terpaksa harus menunggu maka sebaiknya pewawancara mengerjakan pekerjaan lainnya seperti memeriksa kembali kuesioner yang telah terisi lengkap)
e. Kunjungan sebaiknya dilakukan seorang diri, atau bila terpaksa harus bersama teman sebaiknya tidak lebih dari 1 orang lainnya.
f. Sebaiknya kondisikan agar responden dalam keadaaan seorang diri.
g. Mempersilahkan responden bila ingin memberikan tambahan keterangan
h. Memohon kepada responden agar bersedia ditemui lagi bila diperlukan. Pentingnya permohonan ini adalah bila terjadi kesalahan penulisan jawaban, ragu-ragu karena secara logika tidak benar, atau ada pertanyaan yang terlewatkan. Dalam hal ini, maka pewawancara perlu berkunjung lagi.
i. Pada saat berpamitan jangan sampai lupa disampikan ucapan terima kasih secara bersungguh-sungguh dalam suasana yang hangat.

B. Masalah-masalah Teknis yang muncul di lapangan
Berbagai masalah di lapangan seringkali terjadi di luar perhitungan peneliti. Berbagai kemungkinan masalah yang terjadi antara lain:
1. Alamat rsponden sukar dicari
2. Sulit bertemu responden, telah berkali-kali didatangi tetapi tetap tidak bertemu
3. Responden kurang dapat memahami bahasa pewawancara
4. Responden kurang baik pendengarannya
5. Responden tidak berkenan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang menurut responden peka atau tabu
6. Pengkondisian agar responden sendirian (tidak ditemani isteri atau anak) tidak berhasil
7. Gangguan dari anak-anak responden yang masih kecil
8. Pewawancara ditolak wawancaranya.
Penolakan terjadi karena beberapa sebab, antara lain:
a. Pewawancara kurang berhati-hati dalam bertutur kata, sehingga menyinggung perasaan responden
b. Cara bertutur kata yang tidak adaptif dengan lingkungan responden, biasanya karena kebiasaan di daerah asal mahasiswa kalau bicara keras sehingga terkesan membentak-bentak
c. Pewawancara berpakaian dan berperhiasan secara berlebihan, sehingga responden merasa minder dan enggan diwawancarai
d. Pewawancara terkesan sebagai petugas pemerintah (pegawai pajak, bank) sehingga responden menduga hendak ditagih hutangnya.
9. Masalah pengisian kuesioner
a. Tulisan jawaban tidak jelas
b. Kalimat kurang jelas atau sulit dimengerti
c. Pertanyaan yang tidak berlaku tidak dicoret, sehingga terkesan tidak lengkap
d. Ada pertanyaan yang belum terjawab (dalam hal ini pewawancara tidak diperkenankan mengarang jawaban).

C. Peralatan yang Perlu Dipersiapkan
Pencari data hendaklah mempersiapkan segala sesuatu yang sekiranya diperlukan untuk menunjang kelancaran kerja. Masalah yang sering terjadi di lapangan misalnya isi ballpoint habis, penyerut pensil tidak ada, ada kesalahan penulisan jawaban, dan lain-lain. Untuk mengatasi hal-hal tersebut maka perlu persiapan segala peralatan. Adapaun alat yang perlu dipersiapkan adalah:
1. Buku catatan saku
2. Buku catatan ukuran sedang (blocknote)
3. Pensil lebih dari satu. Keuntungan menggunakan pensil adalah bila terdapat kesalahan penulisan jawaban dapat dengan mudah dihapus
4. Karet penghapus
5. Penyerut pensil
6. Kuesioner tambahan (untuk mengantisipasi kesalahan penulisan atau rusak)
7. Stopmap plastic
8. Handboard untuk alas menulis
9. Surat pengantar/keterangan diri
10. Surat izin survai
11. Kartu ID (KTP atau kartu mahasiswa)
12. Daftar responden
13. Peta
14. Obat-obatan khusus bagi masing-masing peneliti jika diperlukan














BAB VI
PENYUSUNAN LAPORAN DAN PENILAIAN

A. Penyusunan Laporan
Ada dua alternatif cara penyusunan laporan hasil kerja lapangan, yakni penyusunan laporan dilakukan di lokasi kerja lapangan dan penyusunan laporan dilakukan di kampus. Kedua cara tersebut masing-masing memiliki kekurangan dan kelebihan. Kelebihan penyusunan laporan di lokasi KKL adalah (1) laporan dapat tersusun secara cepat karena ada tarjet waktu yang cepat (2) penilaian dapat dilakukan sesegara mungkin, yakni saat mahasiswa masih berada di lapangan. Dengan demikian penyerahan nilai hasil kuliah kerja lapangan ke subbag Akademik juga dapat dilakukan sepulang dari lapangan; (3) kemungkinan data tercecer atau hilang sangat kecil; (4) ingatan mahasiswa masih segar; (5) bila dalam penyusunan laporan terdapat kekurangan data, mahasiswa dapat melengkapi data dengan kembali turun ke lapangan.
Kelebihan dari penyusunan laporan di kampus adalah (1) menghemat biaya, karena penysunan laporan memerlukan waktu seharian di lokasi (base camp) sehingga memerlukan biaya, padahal kalau hanya menyusun laporan dapat dilakukan di kampus; (2) kualitas laporan dapat lebih baik, karena terdapat waktu yang cukup untuk analisis data, interpretasi, dan memberikan deskripsi terhadap data yang diperoleh sehingga laporan menjadi komprehensif dan memiliki tampilan yang menarik; (3) Dukungan referensi yang memadahi, yakni mahasiswa dapat mencari berbagai data pendukung dari berbagai jurnal dan buku; (4) ada waktu yang cukup bagi mahasiswa untuk berdiskusi dengan teman sekelompok maupun dengan pembimbing mengenai permasalahan yang diteliti di lapangan, sehingga dapat diperoleh kesimpulan yang baik; (5) dukungan peralatan laboratorium di kampus yang memungkinkan data dapat diuji secara lebih teliti dan hati-hati.
Susunan laporan hasil kuliah lapangan dapat bervariasi asalkan memenuhi persyaratan kandungan, seperti: latar belakang masalah, identifikasi maalah, maksud/tujuan penelitian, perumusan masalah, kajian pustaka, kerangka berpikir, hipotesis (bila penelitian dilakukan untuk menguji hipotesis), metode penelitian, hasil penelitian dan pembahasan, simpulan, dan daftar pustaka. Untuk memudahkan pengecekan dan penilaian oleh dosen pembimbing, sebaiknya sistematika laporan mengikuti pola berikut:

BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Identifikasi Masalah
C. Pembatasan Masalah
D. Perumusan Masalah
E. Tujuan Kegiatan
F. Manfaat Kegiatan
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
B. Kerangka Berpikir
C. Hipotesis Penelitian
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
B. Popolasi dan Sampel
C. Teknik pengambilan Sampel
D. Teknik pengumpulan data
E. Instrumen penelitian
F. Pengolahan data
G. Teknik analisis data
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Daerah Penelitian
B. Hasil Penelitian
C. Pembahasan
BAB V. PENUTUP
A. Simpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

B. Penilaian
Penilaian dilakukan oleh para dosen pembimbing masing-masing kelompok mahasiswa. Hasil penilaian dari masing-masing dosen pembimbing diserahkan kepada dosen yang bertindak sebagai Koordinator KKL. Adapun komponen penilaian mencakup beberapa aspek, yakni: keaktifan saat pembekalan atau kehadiran, kerjasama dalam kerja kelompok, keaktifan di lapangan, penyusunan laporan, penguasaan kompetensi saat ujian akhir. Bobot penilaian masing-masing komponen tertera pada table 4 berikut:

Tabel 4. Komponen dan Bobot penilaian KKL Sosek
No Komponen penilaian Bobot
1. Keaktifan saat pembekalan 5%
2. Kerjasama dalam kelompok 10%
3. Keaktifan di lapangan 25%
4. Penyusunan laporan 15%
5. Ujian akhir 45%
Jumlah 100%

Tabel 5. Pedoman penilaian
Standar nilai Nilai Huruf Predikat
86 – 100 A Sangat baik sekali
80 – 85 A- Baik sekali
75 – 79 B+ Lebih dari baik
71 – 74 B Baik
66 – 70 B- Agak baik
64 – 65 C+ Lebih dari cukup
56 – 63 C Cukup
00 – 55 D Kurang
Sumber: Buku Peraturan Akademik UNY tahun 2004
DAFTAR PUSTAKA

Martinis Yamin. 2005. Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi. Jakarta: Gaung Persada Press.

Masri Singarimbun dan Sofian Effendi (ed). 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES

Rice, Gwenda A., and Bulman, Teresa L., 2001. Fieldwork in the Geography Curriculum: Filling the Rethoric-Reality Gap. Indiana: National Council for Geographic Education

Slamet Suprayogi, dkk., 2005. Panduan KKL 2 Geografi Fisik dan Lingkungan.Yogjakarta: Fakultas Geografi UGM.

Suharyono dan Moch. Amin, 1994. Pengantar Filsafat Geografi. Jakarta: P3MTK Dirjen Dikti

Sumaatmadja, Nursid, 1988. Studi geografi: Suatu Pendekatan dan Analisa Keruangan. Bandung: Penerbit Alumni

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain. 1997. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Tim, 2004. Pedoman Akademik UNY. Yogyakarta: UNY Press.